Rabu, 20 April 2011

Perlu Pendidikan Nurani

Jakarta, Kompas - Sangat menyedihkan melihat perkembangan masyarakat Indonesia saat ini. Kepedulian dan komitmen terhadap pendidikan budi pekerti dan pembangunan watak manusia Indonesia masih sangat lemah.

Padahal, penanaman nilai-nilai yang terbaik adalah melalui pendidikan nurani.


"Nurani tidak pernah didengarkan. Lembaga pendidikan dikatakan tidak memberi perhatian kepada pengembangan kepekaan nurani peserta didik. Padahal dengan pendidikan nurani atau pendidikan hati, kita bisa menanamkan nilai-nilai, " kata Ketua Umum Yayasan Amal Bhakti Ibu (YABI) Ny A Sulasikin Murpratomo pada pembukaan Rapat Kerja dan Lokakarya Nasional YABI di Jakarta, Selasa (22/5).


YABI yang berdiri 20 Mei 1992 dan kini telah berusia 15 tahun ini memiliki program kegiatan Anak Indonesia Membangun Budaya Damai (Aimdamai). Ini program pendidikan yang bertujuan untuk menanamkan nilai cinta damai, kerukunan antarumat beragama, etnis dan suku, serta lapisan sosial, kebersamaan dan tolong-menolong, cinta Tanah Air pada anak-anak usia 4 tahun hingga 13 tahun.


Menurut Sulasikin, meskipun telah lima tahun berjalan, perkembangan program Aimdamai sangat lamban. Sampai saat ini baru ada di delapan provinsi, yaitu DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Daerah

Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Bali, Kepulauan Bangka Belitung, dan Kalimantan Tengah.


Kenyataan ini sangat menyedihkan karena ternyata kepedulian dan komitmen kita atas pendidikan nurani masih lemah. Padahal, banyak kritik lantang yang diteriakkan tentang pendidikan sekarang yang dikatakan telah mencabik-cabik nurani.


Terabaikannya pendidikan hati, menurut Ny Sulasikin, begitu tampak dalam bentuk perilaku manusia Indonesia sekarang, termasuk anak-anak, orangtua, dan guru. (LOK)


Sumber : http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0705/23/humaniora/3551968.htm

Artikel Pendidikan Nasional

Pertama, melalui pendidikan nasional yang bermoral (saya tidak ingin mengatakan bahwa pendidikan kita saat ini tidak bermoral, namun kenyataanya demikian di masyarakat). Lalu apa hubungannya Pendidikan Nasional dan Nasib Generasi Penerus? Hubungannya sangat erat. Pendidikan pada hakikatnya adalah alat untuk menyiapkan sumber daya manusia yang bermoral dan berkualitas unggul. Dan sumber daya manusia tersebut merupakan refleksi nyata dari apa yang telah pendidikan sumbangankan untuk kemajuan atau kemunduran suatu bangsa. Apa yang telah terjadi pada Bangsa Indonesia saat ini adalah sebagai sumbangan pendidikan nasional kita selama ini. Kalau kita menginginkan generasi penerus yang bermoral, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Maka semua pejabat yang memegang jabatan baik legislative, ekskutif maupun yudikatif
]harus berbenah diri dan memberi contoh dulu bagaimana jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok kepada generasi muda mulai saat ini.

Harapan
Dengan demikian, apabila kita ingin mencetak generasi penerus yang mandiri, bermoral, dewasa dan bertanggung jawab. Konsekwensinya, Semua yang terlibat dalam dunia pendidikan Indonesia harus mampu memberikan suri tauladan yang bisa jadi panutan generasi muda. jangan hanya menuntut generasi muda untuk berperilaku jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok



Sumber: http://itekskulsmptb091021.multiply.com/journal/item/29/Artikel_Pendidikan_nasional

Selasa, 19 April 2011

Tujuan Pendidikan Nasional

Tujuan Pendidikan Nasional
Pada artikel lain telah disebutkan beberapa tujuan pendidikan yang pernah muncul dalam Sejarah. Plato sangat menekankan pendidikan untuk mewujudkan negara idealnya. Ia mengatakan bahwa tugas pendidikan adalah membebaskan dan memperbaharui; lepas dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran. Aristoteles mempunyai tujuan pendidikan yang mirip dengan Plato, tetapi ia mengaitkannya dengan tujuan negara. Ia mengatakan bahwa tujuan pendidikan haruslah sama dengan tujuan akhir dari pembentukan negara yang harus sama pula dengan sasaran utama pembuatan dan penyusunan hukum serta harus pula sama dengan tujuan utama konstitusi, yaitu kehidupan yang baik dan yang berbahagia (eudaimonia). Tujuan universitas di Eropah adalah mencari kebenaran. Pada era Restorasi Meiji di Jepang, tujuan pendidikan dibuat sinkron dengan tujuan negara; pendidikan dirancang adalah untuk kepentingan negara.
Bagaimana tujuan pendidikan nasional dengan di republik ini? UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang." Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."
Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Bila dibandingkan dengan undang-undang pendidikan sebelumnya, yaitu Undang-Undang No. 2/1989, ada kemiripan kecuali berbeda dalam pengungkapan. Pada pasal 4 ditulis, "Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi-pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung-jawab kemasyarakatan dan kebangsaan." Pada Pasal 15, Undang-undang yang sama, tertulis, "Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi."
Bila dipelajari, di atas kertas tujuan pendidikan nasional masih sesuai dengan substansi Pancasila, yaitu menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Namun, apakah tujuan pendidikan ini dijabarkan secara konsisten di dalam kurikulum pendidikan dan juga dalam sistem pembelajaran? Jawabannya masih diragukan.

Sejarah Jardiknas (Jejaring pendidikan nasional)


Istilah Jejaring Pendidikan Nasional digunakan pertama kali bulan Juli 2006 sejalan dengan program pengembangan infrastruktur ICT (Information and Communication Technology) di lingkungan Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (PSMK) Mandikdasmen Depdiknas. Pada awalnya, PSMK Mandikdasmen Depdiknas berencana membangun infrastruktur jaringan online skala nasional untuk kebutuhan interkoneksi antar sekolah (Zona Sekolah) di setiap wilayah Kota/Kabupaten se-Indonesia. Dalam perkembangannya, infrastruktur jaringan online tersebut juga dihubungkan ke seluruh kantor Dinas Pendidikan Provinsi dan Kota/Kabupaten se-Indonesia sebagai simpul lokal JARDIKNAS di daerah (Zona Kantor Dinas). Dimana setiap kantor dinas pendidikan (sebagai simpul lokal) tersebut berkewajiban untuk mendistribusikan koneksi JARDIKNAS ke sekolah-sekolah termasuk Sekolah Menengah Kejuruan yang berfungsi sebagai ICT Center di daerah masing-masing.
Sejalan dengan program JARDIKNAS, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti Depdiknas) juga turut mengembangkan infrastruktur jaringan skala nasional khusus antar perguruan tinggi yang disebut INHERENT (Indonesia Higher Education Network). Ada 32 perguruan tinggi negeri sebagai simpul lokal INHERENT dimana simpul lokal tersebut mendistribusikan koneksinya ke perguruan tinggi lain di wilayah masing-masing. Hingga akhir tahun 2006 infrastruktur JARDIKNAS dan INHERENT belum sepenuhnya terintegrasi menjadi satu kesatuan inrastruktur jaringan pendidikan nasional secara utuh.
Pada bulan Maret 2007, infrastruktur JARDIKNAS diresmikan oleh Bapak Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada acara pembukaan konferensi regional antar Menteri Pendidikan se Asia Tenggara di Bali (SEAMEO – South East Asian Ministry Of Education). Peresmian JARDIKNAS tersebut diikuti dan disaksikan juga oleh 34 lokasi terpilih melalui sistem Video ConferenceJARDIKNAS secara bersamaan yang melibatkan perwakilan dari beberapa Dinas Pendidikan Propinsi, Kota/Kabupaten, Perguruan Tinggi (INHERENT) dan beberapa sekolah.
Pada bulan akhir Mei 2007, Komisi X DPR RI melakukan evaluasi terhadap program Teknologi Informasi dan Komunikasi di lingkungan Depdiknas. Hasil evaluasi tersebut mengamanahkan untuk mengintegrasikan secara utuh keberadaan infrastruktur jaringan online di lingkungan DEPDIKNAS (JARDIKNAS dan INHERENT) agar berjalan dengan lebih efektif dan efisien.
Dalam rangka integrasi Jardiknas dan Inherent tersebut, Biro Perencanaan dan KLN Sekretariat Jenderal Depdiknas ditugaskan untuk membuat perencanaan dan mengimplementasikan infrastruktur jaringan online skala nasional yang terpadu. Mulai bulan Agustus 2007 program integrasi tersebut secara resmi menggunakan satu istilah saja yaitu: JARDIKNAS (Jejaring Pendidikan Nasional). Dimana infrastruktur INHERENT yang sebelumnya berdiri sendiri, sekarang telah terintegrasi secara utuh bagian dari JARDIKNAS (zona Perguruan Tinggi)
Secara umum pada Jardiknas dibagi menjadi 4 (empat) zona jaringan, yaitu: Zona Kantor Dinas Pendidikan, Zona Perguruan Tinggi (INHERENT), Zona Sekolah dan Zona Personal. Pembagian zona didasarkan pada kondisi geografis, ketersediaan teknologi, skala kebutuhan, fungsi dan manfaat program Jardiknas untuk setiap institusi dan komunitas pendidikan.

Makna Hardiknas

Pendidikan merupakan sesuatu yang paling mendasar dan sebagai pondasi kokoh bagi perkembangan suatu negara. Begitu pentingnya pendidikan maka pendidikan mestinya mendapat prioritas yang tak kalah penting dengan kesehatan maupun kesejahteraan sosial. Pendidkan dapat menjadi tolak ukur kemajuan suautu bangsa . Melalui pendidikan muncul berbagai tatanan dalam kehidupan , meliputi IPTEK serta POLEKSOSBUDHANKAM. Tetapi dalam kenyataannya, khususnya di NKRI kita tercinta tampak jelas bahwa pendidikan masih menjadi nomor sekian. Anggaran pendidikan yang dirancang 20% dari APBN terlalu jauh dari harapan dan hanya sekedar wacana. Disejumlah kawasan di Indonesia yang tersoroti oleh media, banyak timbul kontroversi di kalangan masyarakat mengenai hal tersebut, terutama para aktivis pendidikan. Sekolah-sekolah terbantu degan mendapat berbagai dana berupa BOS dan seolah tak jauh berbeda dengan namanya, dana tersebut bagai hujan di pegunungan sehingga DI HILIR HANYA MENDAPAT SISA yang telah dikompres. Dimana ada gula disana ada semut, dana pendidikan selalu menjadi gonjang-ganjing tak karuan. Belum lagi masalah siswa berhenti sekolah yang bertolak dengan sistem wajib belajar 9th. Dan sejumlah sekolah di daerah belum juga mendapat renovasi atau belum ada aliran dana hingga tak layak pakai (untuk kegiatan belajar mengajar). Tapi mereka tak kehabisan ide untuk bertahan agar pembelajaran dapat berlangsung yang tentunya demi  keterlangsungan pendidikan. Jika  mereka saja rela dan  tetap optimis masih bisa melangsungkan pendidikan (kegiatan belajar mengajar) walau gedung-gedung sekolah sudah tak layak pakai,lalu bagaimana dengan upaya dan komitmen dari pemerintah itu sendiri untuk pendidikan rakyatnya? dan, yang tentunya akan menjadi generasi penerus bangsa ini mendatang.